Aturan Produk Jurnalistik dalam Membuat Video

Di era digital sekarang, siapa pun bisa membuat video dan menyebarkannya ke publik. Namun, tidak semua video yang beredar di media sosial bisa disebut sebagai produk jurnalistik.
Ada perbedaan mendasar antara video jurnalistik yang dibuat oleh jurnalis, dan konten video yang dibuat oleh kreator media sosial.
Untuk memahami batasnya, kita perlu melihat aturan dan kaidah jurnalistik yang menjadi dasar kerja seorang jurnalis.

1. Apa Itu Produk Jurnalistik Video

Produk jurnalistik video adalah hasil karya jurnalistik yang disajikan dalam bentuk gambar bergerak dan suara, diproduksi oleh jurnalis atau redaksi media, melalui proses peliputan, verifikasi, penyuntingan, dan publikasi.
Tujuannya bukan untuk hiburan, tapi memberikan informasi yang benar, mendidik, dan bermanfaat bagi publik.

Video jurnalistik dibuat dengan tanggung jawab hukum dan etika pers, serta tunduk pada Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999 dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ).

2. Perbedaan Produk Jurnalistik dan Konten Kreator

Meskipun sama-sama menggunakan kamera dan platform digital, produk jurnalis dan konten kreator memiliki perbedaan mendasar:

Aspek Produk Jurnalistik Konten Kreator

Tujuan Memberi informasi faktual dan mendidik publik Menghibur, membangun personal branding, atau promosi
Dasar Hukum UU Pers No. 40 Tahun 1999, KEJ, dan Pedoman Pemberitaan UU ITE, aturan umum media sosial
Proses Produksi Melalui tahap redaksi: liputan, verifikasi, editing, dan persetujuan redaksi Dikelola pribadi, tanpa proses redaksi formal
Tanggung Jawab Ada hak jawab, koreksi, dan tanggung jawab hukum media Tanggung jawab individu, tanpa mekanisme hak jawab
Etika Pemberitaan Harus berimbang, tidak memihak, tidak manipulatif Cenderung subjektif sesuai opini kreator
Nilai Berita (News Value) Berdasarkan 5W + 1H dan kepentingan publik Berdasarkan tren, selera, atau algoritma media sosial

Jadi, tidak semua video yang viral bisa disebut karya jurnalistik, walaupun membahas isu sosial.
Sebuah video baru disebut produk jurnalistik jika melalui proses kerja pers yang terukur, faktual, dan beretika.

3. Fakta dan Verifikasi Adalah Wajib

Kekuatan utama jurnalisme adalah kebenaran fakta.
Video jurnalistik tidak boleh berisi rekayasa, manipulasi, atau setting ulang adegan.
Setiap data, gambar, dan kutipan harus diverifikasi, diverifikasi, dan diverifikasi kembali.
Tanpa verifikasi, video hanya menjadi opini visual, bukan laporan jurnalistik.

4. Ketaatan terhadap Kode Etik Jurnalistik

Seorang jurnalis video terikat oleh etika profesi.
Isi video harus:

Akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.

Tidak mencampur fakta dan opini.

Tidak menyiarkan gambar cabul, sadis, atau menyesatkan.

Tidak mengungkap identitas anak atau korban kejahatan seksual.

Ketaatan pada etika ini adalah pembeda utama antara jurnalis dan konten kreator.

5. Menghormati Hak Narasumber dan Publik

Dalam video jurnalistik, narasumber bukan sekadar objek.
Mereka memiliki hak untuk dihormati, tidak boleh direkam secara sembunyi-sembunyi tanpa izin, dan tidak boleh dikutip keluar konteks.
Jika sebuah tayangan berpotensi merugikan seseorang, media wajib memberi hak jawab dan koreksi.
Inilah bentuk tanggung jawab sosial yang tidak dimiliki oleh kebanyakan konten kreator.

6. Tunduk pada UU Pers dan UU ITE

Produk jurnalistik video harus mengikuti dua landasan hukum:

  1. UU Pers No. 40 Tahun 1999, yang menjamin kemerdekaan pers sekaligus menegaskan tanggung jawab pers.
  2. UU ITE No. 19 Tahun 2016, yang mengatur agar media tidak menyebarkan kebencian, fitnah, atau pelanggaran privasi.

Kebebasan tanpa tanggung jawab bukanlah jurnalisme, melainkan kebisingan informasi.

7. Menjaga Norma Sosial dan Kesusilaan

Video jurnalistik harus menjaga moral publik.
Hindari gambar yang menyinggung kesusilaan, kekerasan ekstrem, atau penghinaan terhadap kelompok tertentu.
Gunakan bahasa yang sopan dan netral, agar tayangan tidak menimbulkan konflik atau provokasi.

8. Keadilan dan Keseimbangan Informasi

Setiap laporan video harus memberikan ruang kepada semua pihak yang terlibat.
Reporter tidak boleh memotong kutipan untuk menyesatkan penonton.
Editing hanya dilakukan untuk memperjelas fakta, bukan mengubah makna.
Prinsip “cover both sides” wajib dijaga agar media tetap adil dan dipercaya publik.

9. Hak Cipta dan Atribusi

Video jurnalistik harus menggunakan materi visual dan audio yang sah — baik milik sendiri, berlisensi, atau telah mendapat izin.
Setiap karya wajib mencantumkan kredit nama jurnalis, kameramen, editor, dan media penerbit.
Jurnalisme yang jujur dimulai dari menghargai karya orang lain.

10. Kelayakan Siar dan Tanggung Jawab Redaksi

Sebelum disiarkan, video jurnalistik harus lolos uji kelayakan:

Teknis: gambar dan suara jelas.

Etis: tidak melanggar norma dan hukum.

Substansi: memiliki nilai informasi publik.
Jika tidak memenuhi standar itu, video tidak layak disebut produk jurnalistik.

11. Penyimpanan dan Dokumentasi

Setiap media wajib menyimpan arsip video jurnalistik yang telah tayang.
Arsip ini berfungsi untuk klarifikasi, hak jawab, dan pembuktian jika terjadi sengketa.
Dokumentasi ini adalah bentuk tanggung jawab moral dan profesional media.

Penutup

Perbedaan antara jurnalis dan konten kreator bukan terletak pada kamera, mikrofon, atau platform.
Yang membedakan adalah niat, proses, etika, dan tanggung jawab.
Jurnalis bekerja untuk kebenaran dan kepentingan publik, sementara konten kreator bekerja untuk algoritma dan interaksi digital.
Maka, seorang jurnalis sejati tidak hanya merekam peristiwa — tetapi juga menjaga nilai kemanusiaan, keadilan, dan kejujuran di balik setiap frame video.

Exit mobile version