Berita  

BMKG Gelar Sekolah Lapang Gempabumi dan Tsunami di Garut

GARUT, Tarogong Kaler – Bupati Garut, Abdusy Syakur Amin, secara resmi membuka Kegiatan Sekolah Lapang Gempabumi (SLG) dan Tsunami di Aula Desa Rancabango, Kecamatan Tarogong Kaler, Rabu (1/10/2025). Kegiatan yang diselenggarakan oleh BMKG ini menjadi langkah penguatan mitigasi bencana serta membangun budaya kesiapsiagaan di daerah dengan potensi bencana tinggi.

Bupati Garut menegaskan, SLG merupakan upaya penting untuk mitigasi, peningkatan kesadaran, serta kepedulian masyarakat. Ia mengingatkan, sikap abai maupun ketidaktahuan dapat memperbesar dampak bencana.

“Garut itu termasuk daerah dengan potensi gempa tektonik dan vulkanologi yang tinggi. Kegiatan ini menjadi upaya mitigasi agar masyarakat lebih peduli,” kata Bupati.

Pemerintah Kabupaten Garut, lanjutnya, berkomitmen menyiapkan Standar Operasional Prosedur (SOP) darurat di setiap kegiatan.

“Itu dilakukan untuk membiasakan masyarakat agar selalu waspada, sehingga ketika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, mereka sudah tahu apa yang harus dilakukan,” ucapnya.

Kepala Stasiun Geofisika Kelas I Bandung, Teguh Rahayu, menyampaikan bahwa kegiatan ini juga menandai satu dekade program SLG yang digelar BMKG di Jawa Barat sejak 2015, dengan tema “10 Tahun SLG, 10 Tahun Ngawangun Kesiapsiagaan Pikeun Salamet Tina Musibah Gempa Bumi Jeung Tsunami di Wewengkon Jawa Barat”.

SLG kali ini diikuti 55 peserta dari berbagai unsur masyarakat dan pemangku kepentingan.

Anggota Komisi V DPR RI, Ade Ginanjar, mengapresiasi konsistensi BMKG dalam menyelenggarakan SLG.

“Peristiwa gempa Kertasari di Kabupaten Bandung pada 18 September 2024, dan tsunami Pangandaran 2006 yang turut berdampak di pesisir Garut selatan adalah pelajaran berharga tentang pentingnya kesiapsiagaan,” kata Ade.

Deputi Bidang Geofisika BMKG, Nelly Florida Riama, menambahkan, Indonesia, khususnya Garut, rawan gempa dan tsunami. Ia menyampaikan perkembangan sistem peringatan dini yang kini semakin cepat.

“Untuk gempa kemarin, kita berhasil mendeteksi 6 detik sebelum getarannya sampai di Garut,” ungkap Nelly.

Ia juga menuturkan pengalamannya saat simulasi kebencanaan di SMPN 2 Tarogong Kaler yang disambut antusias guru dan siswa.

“Anak-anak adalah kelompok paling rentan. Kalau mereka tidak tahu apa yang harus dilakukan saat gempa terjadi di sekolah, itu berbahaya. Karena itu, edukasi harus terus dilakukan,” tutupnya.

Dede mulyana

Exit mobile version