Menulis Narasi Bersama:Menulis Ulang Cerita Pendidikan: Dari Kritik ke Kolaborasi

Garut, Harianpedia – Pendidikan di wilayah selatan Garut kerap muncul dalam perbincangan publik dengan narasi yang cenderung menyoroti masalah. Fokus utamanya sering kali tertuju pada anggaran, fasilitas, dan data formal yang menjadi sorotan. Namun, sangat jarang dibahas secara mendalam mengenai isi pendidikan itu sendiri—nilai, kualitas pembelajaran, serta dampaknya terhadap karakter dan masa depan generasi muda.

Fenomena ini menciptakan semacam pendidikan fiktif: ada dalam administrasi dan laporan, tetapi belum terasa kuat sebagai proses membentuk manusia utuh. Di sisi lain, pendidikan juga sering dijadikan alat transaksi opini—dibicarakan dalam forum-forum tanpa solusi konkret, dan hilang begitu saja setelah agenda selesai.

Tantangan yang dihadapi tak hanya soal sarana, tapi juga soal narasi. Saat pendidikan lebih banyak dijadikan olok-olokan atau bahan kritik berulang, ruang untuk membangun kolaborasi menjadi sempit. Padahal, perubahan tidak selalu harus dimulai dari anggaran besar atau program megah. Ia bisa tumbuh dari kesadaran kecil yang konsisten—seperti menumbuhkan semangat literasi dan budaya membaca di tengah masyarakat.

Gerakan membaca dan menulis, meskipun sederhana, dapat menjadi titik awal penting dalam membangkitkan nalar kritis dan kepedulian terhadap pendidikan. Upaya ini tidak memerlukan legalitas formal atau nama besar, melainkan cukup dengan niat, konsistensi, dan keterlibatan berbagai elemen: pendidik, orang tua, media, komunitas, dan tentu saja, generasi muda.

Meski berbagai langkah sering dilakukan tanpa dukungan operasional atau kontribusi dari lembaga resmi, banyak pihak tetap bergerak karena percaya bahwa pendidikan adalah urusan semua orang. Sebuah isu yang menjadi penting bukan karena popularitasnya, tetapi karena menyangkut masa depan.

Di tengah tantangan zaman yang kompleks, generasi intelektual semakin langka jika tidak ada ruang tumbuh yang memadai. Maka, membangun narasi bersama adalah jalan yang layak ditempuh. Bukan untuk mencari nama, melainkan untuk membuka pintu kerja sama lintas batas—tanpa harus menunggu undangan atau pengakuan formal.

Pendidikan bukan sekadar angka dan anggaran. Ia adalah proses membentuk masa depan. Narasi tentangnya perlu ditulis oleh sebanyak mungkin pihak yang peduli, dengan semangat membangun, bukan memperjualbelikan isu. Saatnya membentuk kesadaran kolaboratif—bukan hanya sebagai wacana, tapi sebagai gerakan nyata yang tumbuh dari bawah dan bernapas panjang ke depan.


Kalau mau dijadikan infografik, pamflet, atau materi untuk audiensi ke pemangku kepentingan, tinggal beri tahu, nanti bisa aku bantu visualisasikan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *