Kita hidup di Republik koruptor
tempat uang rakyat diambil dengan dasi dan tanda tangan,
bukan dengan pistol
Data Kerugian Negara — Liga Korupsi Indonesia
Peringkat Kasus Kerugian Negara (Triliun Rupiah)
1 PT Pertamina (tata kelola minyak) 968,5
2 PT Timah Tbk (tata niaga timah) 300
3 BLBI 138
4 PT Duta Palma Group (penyerobotan lahan) 78
5 TPPI (Trans Pacific Petrochemical Indotama) 37,8
6 PT Asabri (dana pensiun) 22,7
7 PT Jiwasraya (dana asuransi) 16,8
TOTAL 1.561,8 triliun rupiah
1.561,8 triliun —
atau kalau ditulis penuh:
1.561.800.000.000.000 rupiah.
Angka yang cukup besar untuk membangun seribu rumah sakit,
atau menyekolahkan satu generasi sampai sarjana.
Populasi Indonesia 2025
Populasi Indonesia diperkirakan 285 juta jiwa.
Sekarang mari kita bagi adil, setidaknya dalam imajinasi:
1.561.800.000.000.000 ÷ 285.000.000 = 5.480.000
Setiap warga negara seharusnya mendapatkan sekitar Rp 5.480.000 —
atau Rp 5,48 juta per orang.
Dan kalau satu keluarga terdiri dari empat orang,
maka setiap keluarga berhak atas Rp 21.920.000 (≈ 21,9 juta rupiah).
Tapi uang itu tidak pernah datang.
Ia tersangkut di laporan audit,
terselip di pasal “penyalahgunaan kewenangan”,
atau berubah bentuk jadi rumah dinas dan mobil tahanan.
Di televisi, mereka menyebutnya pengembalian kerugian negara.
Tapi bagi rakyat, yang dikembalikan cuma janji dan kekecewaan.
Kalau uang itu dibagikan,
anak-anak di pelosok bisa punya buku baru,
ibu-ibu tak lagi menunggu BLT,
dan petani tak perlu menukar beras dengan bensin eceran.
Tapi yang terjadi?
Kita hanya menonton Liga Korupsi —
dengan skor akhir yang selalu sama:
Pejabat: menang 1.561 triliun.
Rakyat: kalah, lagi.
Menurut BPS Maret 2025, jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 23,85 juta orang atau sekitar 8,47% dari populasi.
Sementara Kementerian Sosial (2025) mencatat ada ±14 juta keluarga penerima manfaat (KPM) program PKH dan bantuan pangan reguler.
Di sisi lain, verifikasi BPS menemukan 1,9 juta keluarga yang ternyata tidak layak menerima bantuan — artinya, mereka masuk dalam daftar tapi seharusnya tidak.
Bayangkan, dari Rp 1.561,8 triliun uang hasil korupsi:
Jika hanya dibagikan ke keluarga miskin (±14 juta KPM),
maka tiap keluarga miskin akan menerima lebih dari Rp 111 juta —
cukup untuk hidup layak, menyekolahkan anak, dan memulai usaha kecil selama bertahun-tahun.
Ok next nanti kita hitung lagi dari pendapatan negara ,
“He who accepts evil without protesting against it,
is really cooperating with it.”“Siapa pun yang menerima kejahatan tanpa melawannya,
sebenarnya sedang bekerja sama dengan kejahatan itu.”
— Mahatma Gandhi












