Purbalingga 10 Mei 2025 – Di tengah arus digital dan gempuran tren media sosial, masih ada remaja yang memilih jalan sunyi: menulis dan menerbitkan buku. Adalah Leni Ayu Astika, seorang gadis berusia 17 tahun asal Desa Baleraksa, Kecamatan Karangmoncol, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, yang membuktikan bahwa semangat berkarya tidak mengenal usia.
Tahun 2022 menjadi titik balik dalam hidup Leni. Saat usianya baru menginjak 14 tahun, ia memberanikan diri melakukan sesuatu yang tidak lazim bagi anak seusianya: menerbitkan buku. Langkah berani itu ia ambil bersama penerbit indie, CV Lintang Semesta Publisher, sebuah rumah penerbitan yang membuka peluang bagi para penulis muda untuk mewujudkan mimpi mereka.

Buku pertamanya diberi judul “Tentang Semesta yang Menjanjikan Kebahagiaan Bukan Hanya Lewat Kata”. Sebuah judul puitis yang mencerminkan kedalaman pemikiran dan sensitivitas penulisnya terhadap makna kebahagiaan, kehidupan, dan kata-kata. Tak berhenti di sana, ia melanjutkan perjalanannya dengan menerbitkan buku kedua berjudul “The Writing of A Sinner”, yang lebih reflektif, penuh pergulatan batin, dan menjadi cermin dari pencariannya akan jati diri dan makna spiritualitas.
Namun, jalan menuju dunia literasi tidak semudah membalikkan telapak tangan. Leni harus menghadapi berbagai tantangan, mulai dari keterbatasan biaya, kurangnya dukungan moral dari lingkungan, hingga sulitnya mencari pembaca dan pembeli. Dalam perjalanannya, ia kerap merasakan kelelahan emosional, bahkan tak jarang air mata pun menjadi teman akrab di malam-malam penuh keraguan.
“Mengabadikan nama dengan karya adalah suatu hal yang luar biasa,” ujar Leni, penuh semangat. Kalimat tersebut bukan sekadar kutipan, tetapi menjadi prinsip hidup yang meneguhkan langkahnya dalam berkarya. Baginya, buku bukan hanya kumpulan kata, melainkan warisan yang akan hidup jauh lebih lama dari raganya.
“Suatu saat aku akan mati, tapi tidak dengan namaku yang abadi di dalam diksi,” lanjutnya. Kalimat ini menjadi penanda tekad yang kuat bahwa menulis adalah cara terbaik untuk memperpanjang napas eksistensi manusia, bahkan setelah ia tiada.
Kini, Leni terus menulis dan bermimpi besar. Ia ingin karya-karyanya menjangkau lebih banyak hati, menjadi teman bagi mereka yang merasa sendiri, dan menjadi cahaya kecil di tengah gelapnya pencarian makna hidup. Kisah Leni adalah bukti nyata bahwa usia muda bukanlah batasan untuk melahirkan karya besar. Dengan keberanian, ketekunan, dan cinta pada diksi, seorang remaja desa pun bisa menorehkan jejak yang abadi dalam dunia literasi.